Terkikisnya Common Sense di Era Modern

Pada era modern ini, perkembangan teknologi tidak bisa kita pungkiri lagi.

Anak-anak muda sekarang dari SD hingga SMA pun hampir semua memiliki alat komunikasi bernama Handphone yang juga berbasis Smartphone. Lalu sayapun juga mengikuti modernisasi yang terjadi, dari saya yang biasa mendengarkan radio di 98.7fm sekarang sudah biasa mendengarkan musik di radio internet.

 

Benar memang perkembangan teknologi ini kadang membuat kita melupakan beberapa hal yang termasuk Common Sense. Tapi, sebelum masuk lebih lanjut saya akan menjekaskan, apa sebenarnya Common Sense ini. Common Sense menurut Aristoteles adalah suatu kemampuan utama manusia dalam memutuskan suatu pengetahuan tentang realitas yang diketahui orang. Adapun pengertian dari Thomas Reid filsuf Skotlandia Common Sense adalah suatu kepercayaan universal terhadap penalaran pengalaman yang mengendap di dalam pemahaman sederhana.

 

Bingung ya? Ya saya awalnya juga bingung terhadap semua penjelasan di atas, tapi dapat disimpulkan bahwa Common Sense adalah sesuatu yang harusnya dimiliki oleh semua orang. Menurut dosen saya juga Common Sense itu adalah akal sehat, dan jika ada yang tidak memiliki kemungkinan akal mereka tidak sehat. Sangat keras bukan pengertiannya?

 

Di era modern ini nampaknya Common Sense lambat laun mendekati kematiannya khususnya di Indonesia. Kenapa? Karena bisa kita lihat keseharian orang-orangnya terlebih di Jakarta. Kebiasaan untuk mengantre nampaknya sulit dilakukan bahkan kebiasaan itu terbawa sampai mereka mengendarai kendaraan. Antre adalah salah satu contoh Common Sense yang sederhana, karena kita hanya perlu menunggu giliran, sudah itu saja. Namun nyatanya antre memang sulit untuk dilakukan.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, saya akhirnya kembali memakai jasa tranportasi KRL. Saya seringkali melihat beberapa orang berdesakan karena tidak sabar ingin membeli tiket ataupun masuk gate, dan akhirnya antreanpun kadang tidak dihiraukan.

Kadangkala saya terlambat masuk kampus karena matinya Common Sense orang, tapi tetap saja akal sehat saya lebih kuat daripada sekadar mengejar kereta.

 

Setelah akhirnya masuk ke stasiun melalui tap gate, kita menuju peron. Di sinilah tempat kedua matinya Common Sense orang Indonesia, pada saat kereta masuk ke stasiun, seringkali kita melihat gerombolan orang berdiri dekat pintu kereta, padahal sudah ada peraturan tertulis mengenai

“Dahulukan Penumpang yang Turun.”

Tapi tetap saja, peraturan yang tertulis di pintu kereta tersebut hanya menjadi hiasan saja.

 

Ketika kita memasuki keretapun, kita dapat melihat pemandangan yang mungkin janggal. Orang tua yang rentan berdiri tapi ada remaja yang duduk, salah satu Common Sense yang seharusnya melekat dan manusia memiliki kepekaan yang tinggi akan hal itu. Beruntungnya di keretapun hal ini masih terbilang jarang, karena pasti ada orang-orang yang berani menegur dan saya bersyukur akan hal itu.

 

Setelah itu, buang sampah pada tempatnya. Ini adalah salah satu indikator yang mungkin kalau orang luar negeri bisa menilai kita negara yang susah maju. Kenapa? Karena peraturan seperti ini harusnya sudah melekat di pikiran orang, terlebih jika buang sampah di sungai yang masih merupakan kebiasaan orang Jakarta yang sulit ditinggalkan. Padahal sudah ada konsekuensinya, yaitu banjir. Dan ketika banjirpun mereka malah menyalahkan pemerintah yang katanya tidak becus dalam mengurus.

Common Sense membuang sampah pada tempatnya juga sangat sulit diterapkan, hanya beberapa saja yang mungkin memilikinya.

 

Terakhir, namun sebenarnya bukan terakhir sekali yaitu bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas segala sesuatu adalah Common Sense yang masih dimiliki oleh beberapa orang. Selain masuk ke dalam profesionalitas, bertanggung jawab adalah salah satu parameter kita layak dipekerjakan atau tidak. Bertanggung jawab atas segala kesalahan yang kita lakukan dan meminta maaf itu sudah cukup menjadi Common Sense yang melekat pada diri kita.

 

Pada restoran ataupun tempat makan kadang kala kita melihat masih ada piring kotor di beberapa meja, yang pasti menjadi pemandangan yang buruk jika dilihat. Nampaknya kita terlena pada statement

“Pelanggan adalah Raja.”

Namun nyatanya pernyataan tersebut malah membuat kita semakin mundur dari beberapa negara lain. Di luar negeri, ketika ada makanan yang tidak dibersihkan bekasnya pasti akan mendapatkan sanksi sosial seperti ditertawakan atau semacamnya. Namun ketika kita melihat Indonesia nampaknya sudah menjadi kebiasaan untuk meninggalkan sampah di meja dan membiarkan pegawai restoran yang membersihkannya. Meski tidak tertulis harusnya setiap orang memiliki tanggung jawab untuk membersihkan sampahnya setelah makan.

 

Dari semua Common Sense di atas, apakah ada yang menyangkut di diri kalian meski hanya satu? Kalau ada bersyukurlah. Jika kita tidak bisa menerima kenyataan bahwa kesadaran akan Common Sense orang Indonesia masih di bawah rata-rata berarti kita denial akan hal tersebut. Bagaimana Indonesia bisa maju jika pemikiran kita tertinggal hanya di hal kecil seperti ini maupun debat agama. Banyak yang berpendapat jangan membandingkan Indonesia dengan negara lain, sebetulnya dibandingkan itu sebagai sebuah standar bagaimana majunya negara lain lewat pemikirannya namun sebagian orang Indonesia masih tertinggal, jadi jangan marah kalau negara ini susah maju jika kita masih menyepelakan hal tersebut.

Jika ada saran atau kritik saya menerimanya, caci makian juga diterima kok. Terimakasih

 

Di Sebuah KRL Menuju Ke Bogor

Jumat, 9 Maret 2018

M. Subhi Imam Y.

Leave a comment